Kamis, 11 Agustus 2011

Menjadi orang berkepribadian baik

 Sekedar tips buat teman-teman agar bisa memiliki banyak teman yaitu dengan memiliki kepribadian yang baik. Nah, sekarang bagaimanakah cara menjadi yang memiliki kepribadian baik tersebut, yaitu dengan merubah kepribadian kita sehingga mudah di senangi oleh orang lain dan memiliki banyak teman.
Mungkin ini dapat membantu sedikit agar tema-teman dapat berubah menjadi lebih baik
1.ROYALAH DALAM MEMBERI SEBUAH PUJIAN
Pujian itu seperti air segar yang bisa menawarkan rasa haus manusia akan penghargaan. Dan kalau Anda selalu siap membagikan air segar itu kepada orang lain, Anda berada pada posisi yang strategis untuk disukai oleh orang lain. Caranya? Bukalah mata lebar-lebar untuk selalu melihat sisi baik pada sikap dan perbuatan orang lain. Lalu pujilah dengan tulus. Walau orang tersebut melakukan kesalahan tetapi dengan memberikan pujian maka kita akan di sukai.
2.BUATLAH ORANG LAIN MERASA DIRINYA SEBAGAI ORANG PENTING
Tunjukkanlah dengan sikap dan ucapan bahwa anda menganggap orang lain itu penting. Misalnya, jangan biarkan orang lain menunggu terlalu lama, katakanlah maaf bila salah, tepatilah janji, dsb. Hargai setiap perkataan nya dan buat dia menjadi malu karena kita terlalu peduli padanya.
3.JADILAH PENDENGAR YANG BAIK
Kalau bicara itu perak dan diam itu emas, maka pendengar yang baik lebih mulia dari keduanya. Pendengar yang baik adalah pribadi yang dibutuhkan dan disukai oleh semua orang. Berilah kesempatan kepada orang lain untuk bicara, ajukan pertanyaan dan buat dia bergairah untuk terus bicara. Dengarkanlah dengan antusias, dan jangan menilai atau menasehatinya bila tidak diminta. Inilah cara yang cukup efektif, jangan suka memotong pembicaraan.
4.USAHAKANLAH UNTUK SELALU MENYEBUTKAN NAMA ORANG DENGAN BENAR
Nama adalah milik berharga yang bersifat sangat pribadi. Umumnya orang tidak suka bila namanya disebut secara salah atau sembarangan. Kalau ragu, tanyakanlah bagaimana melafalkan dan menulis namanya dengan benar. Misalnya, orang yang dipanggil Wilyem itu ditulisnya William, atau Wilhem? Sementara bicara, sebutlah namanya sesering mungkin. Menyebut Andre lebih baik dibandingkan Anda. Pak Peter lebih enak kedengarannya daripada sekedar Bapak. Panggil namanya, kalau belum pasti dengan namanya maka pastikan lah.

5.BERSIKAPLAH RAMAH DAN SOPAN

Semua orang senang bila diperlakukan dengan ramah. Keramahan membuat orang lain merasa diterima dan dihargai. Keramahan membuat orang merasa betah berada di dekat Anda. Jadi bersikaplah ramah pada siapapun.
6.BERMURAH HATILAH
Anda tidak akan menjadi miskin karena memberi dan tidak akan kekurangan karena berbagi. Seorang yang sangat bijak pernah menulis, Orang yang murah hati berbuat baik kepada dirinya sendiri. Dengan demikian kemurahan hati disatu sisi baik buat Anda, dan disisi lain berguna bagi orang lain.
7.HINDARI KEBIASAAN MENGKRITIK, MENCELA ATAU MENGANGGAP REMEH
Umumnya orang tidak suka bila kelemahannya diketahui oleh orang lain, apalagi dipermalukan. Semua itu menyerang langsung ke pusat harga diri dan bisa membuat orang mempertahankan diri dengan sikap yang tidak bersahabat. Jadi jangan ejek temanmu yang salah, berusahalah untuk menghargai pendapatnya walau kamu tidak setuju dengan pendapatnya.
8.BERSIKAPLAH ASERTIF
Orang yang disukai bukanlah orang yang selalu berkata Ya, tetapi orang yang bisa berkata Tidak bila diperlukan. Sewaktu-waktu bisa saja prinsip atau pendapat Anda berseberangan dengan orang lain. Anda tidak harus menyesuaikan diri atau memaksakan mereka menyesuaikan diri dengan Anda. Jangan takut untuk berbeda dengan orang lain. Yang penting perbedaan itu tidak menimbulkan konflik, tapi menimbulkan sikap saling pengertian. Sikap asertif selalu lebih dihargai dibanndingkan sikap Yesman. Tepat.

9.PERBUATLAH APA YANG ANDA INGIN ORANG LAIN PERBUAT KEPADA ANDA

Perlakuan apapun yang anda inginkan dari orang lain yang dapat menyukakan hati, itulah yang harus anda lakukuan terlebih dahulu. Anda harus mengambil inisiatif untuk memulainya. Misalnya, bila ingin diperhatikan, mulailah memberi perhatian. Bila ingin dihargai, mulailah menghargai orang lain. (humm… kalo mau minta barang, berarti musti kasi barang nya dulu??) haha..
10.CINTAILAH DIRI SENDIRI
Mencintai diri sendiri berarti menerima diri apa adanya, menyukai dan melakukan apapun yang terbaik untuk diri sendiri. Ini berbeda dengan egois yang berarti mementingkan diri sendiri atau egosentris yang berarti berpusat kepada diri sendiri. Semakin Anda menyukai diri sendiri, semakin mudah Anda menyukai orang lain, maka semakin besar peluang Anda untuk disukai orang lain. Dengan menerima dan menyukai diri sendiri, Anda akan mudah menyesuaikan diri dengan orang lain, menerima mereka dengan segala kekurangan dan keterbatasannya, bekerjasama dengan mereka dan menyukai mereka. Pada saat yang sama tanpa disadari Anda memancarkan pesona pribadi yang bisa membuat orang lain menyukai Anda.
Yap, ini aja. semoga tips tips ini berguna buat teman-teman dan membuat kepribadian temen2 jadi baek dan di sukai banyak orang.. :P

Senin, 08 Agustus 2011

Beberapa Kekeliruan di Bulan Romadhon

1000 Bulan, Autentic, Blogs, Bulan Kemenangan, Bulan Puasa, Bulan Ramadhan, Bulan Suci, Darul Islam, Ibadah - Puasa, Idul Fitri, Iman, Islaamic, Islaamic - Shaum, Islam, Islam - Puasa, Islam - Ramadhan, IslamicLife, Istimewa, Jendela Hati, Kajian Ramadhan, Moslem, Muslim, MyIslam, Religius, Shaum, SuaraIslam, Taman Hati, Taman Taqwa, Tuntunan Ramadhan, Wisata Hati |
MediaMuslim.InfoIslam senantiasa mengumandangkan pentingnya ilmu sebagai landasan berucap dan beramal. Maka bisa dibayangkan, amal tanpa ilmu hanya akan berbuah penyimpangan. Kajian berikut berupaya menguraikan beberapa kesalahan berkait amalan di bulan Romadhon. Kesalahan yang dipaparkan di sini memang cukup ‘fatal’. Jika didiamkan terlebih ditumbuh suburkan, sangat mungkin akan mencabik-cabik kemurnian Islam, lebih-lebih jika kemudian disirami semangat fanatisme golongan.
Penggunaan Hisab Dalam Menentukan Awal Hijriyyah
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan bimbingan dalam menentukan awal bulan Hijriyyah dalam hadits-haditsnya, di antaranya, yang berarti: “Dari Ibnu ‘Umar, bahwa Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan Romadhon, maka beliau mengatakan: ‘Janganlah kalian berpuasa sehingga kalian melihat hilal dan janganlah kalian berbuka (berhenti puasa dengan masuknya syawwal, -pent.) sehingga kalian melihatnya. Bila kalian tertutup oleh awan maka hitunglah’.” (HR: Al-Bukhari dan Muslim, Hadits Shohih)
Dan hadits yang semacam ini cukup banyak, baik dalam Shahih Al-Bukhari dan Muslim maupun yang lain. Kata-kata فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا لَهُ (Bila kalian tertutup oleh awan maka hitunglah) menurut mayoritas ulama bermadzhab Hanbali, ini dimaksudkan untuk membedakan antara kondisi cerah dengan berawan. Sehingga didasarkannya hukum pada penglihatan hilal adalah ketika cuaca cerah, adapun mendung maka memiliki hukum yang lain. Menurut jumhur (mayoritas) ulama, artinya: “Lihatlah awal bulan dan genapkanlah menjadi 30 (hari).”
Adapun yang menguatkan penafsiran semacam ini adalah riwayat lain yang menegaskan apa yang sesungguhnya dimaksud. Yaitu sabda Nabi yang telah lalu (maka sempurnakan jumlah menjadi 30) dan riwayat yang semakna. Yang paling utama untuk menafsirkan hadits adalah dengan hadits juga. Bahkan Ad-Daruquthni meriwayatkan (hadits) serta menshahihkannya, juga Ibnu Khuzaimah dalam Shahih-nya dari hadits Aisyah, yang artinya: “Dahulu Rasululloh sangat menjaga Sya’ban, tidak sebagaimana pada bulan lainnya. Kemudian beliau puasa karena ru`yah bulan Romadhon. Jika tertutup awan, beliau menghitung (menggenapkan) 30 hari untuk selanjutnya berpuasa.” (Dinukil dari Fathul Bari karya Ibnu Hajar)
Oleh karenanya, penggunaan hisab bertentangan dengan Sunnah Nabi dan bertolak belakang dengan kemudahan yang diberikan oleh Islam.

Sebuah pertanyaan diajukan kepada Al-Lajnah Ad-Da`imah atau Dewan Fatwa dan Riset Ilmiah Saudi Arabia: Apakah boleh bagi seorang muslim untuk mendasarkan penentuan awal dan akhir puasa pada hisab ilmu falak, ataukah harus dengan ru`yah (melihat) hilal?
Jawabannya: …Alloh Subhanahu wa Ta’ala tidak membebani kita dalam menentukan awal bulan Qomariyah dengan sesuatu yang hanya diketahui segelintir orang, yaitu ilmu perbintangan atau hisab falak.
Padahal nash-nash Al-Kitab dan As-Sunnah yang ada telah menjelaskan, yaitu menjadikan ru`yah hilal dan menyaksikannya sebagai tanda awal puasa kaum muslimin di bulan Romadhon dan berbuka dengan melihat hilal Syawwal. Demikian juga dalam menetapkan Iedul Adha dan hari Arafah. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya: “…Maka barangsiapa di antara kalian menyaksikan bulan hendaknya berpuasa.” (QS: Al-Baqarah: 185)
Dan Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya: “Mereka bertanya tentang hilal-hilal. Katakanlah, itu adalah waktu-waktu untuk manusia dan untuk haji.” (QS: Al-Baqarah: 189)
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya: “Jika kalian melihatnya, maka puasalah kalian. Jika kalian melihatnya maka berbukalah kalian. Namun jika kalian terhalangi awan, sempurnakanlah menjadi 30.”
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan tetapnya (awal) puasa dengan melihat hilal bulan Ramadhan dan berbuka (mengakihiri Romadhon) dengan melihat hilal Syawwal. Sama sekali Nabi tidak mengaitkannya dengan hisab bintang-bintang dan orbitnya (termasuk rembulan, -pent.). Yang demikian ini diamalkan sejak zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, para Khulafa` Ar-Rasyidin, empat imam, dan tiga kurun yang Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam persaksikan keutamaan dan kebaikannya.
Oleh karena itu, menetapkan bulan-bulan Qomariyyah dengan merujuk ilmu bintang dalam memulai awal dan akhir ibadah tanpa ru`yah adalah bid’ah, yang tidak mengandung kebaikan serta tidak ada landasannya dalam syariat….” (Fatwa ini ditandatangani oleh Asy-Syaikh Abdurrazzaq Afifi, Asy-Syaikh Abdullah bin Mani’, dan Asy-Syaikh Abdullah bin Ghudayyan. Lihat Fatawa Ramadhan, 1/61)
Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullahu berkata: “Tentang hisab, tidak boleh beramal dengannya dan bersandar padanya.” (Fatawa Ramadhan, 1/62)
Tanya: Sebagian kaum muslimin di sejumlah negara, sengaja berpuasa tanpa menyandarkan pada ru`yah hilal dan merasa cukup dengan kalender. Apa hukumnya?
Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz menjawab: “Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kaum muslimin untuk (mereka berpuasa karena melihat hilal dan berbuka karena melihat hilal maka jika mereka tertutup olah awan hendaknya menyempurnakan jumlahnya menjadi 30) -Muttafaqun alaihi-
Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya: “Kami adalah umat yang ummi, tidak menulis dan tidak menghitung. Bulan itu adalah demikian, demikian, dan demikian.” –beliau menggenggam ibu jarinya pada ketiga kalinya dan mengatakan–: “Bulan itu begini, begini, dan begini –serta mengisyaratkan dengan seluruh jemarinya–.”
Beliau maksudkan dengan itu bahwa bulan itu bisa 29 atau 30 (hari). Dan telah disebutkan pula dalam Shahih Al-Bukhari dari Abu Hurairah bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya: “Puasalah kalian karena melihatnya dan berbukalah karena melihatnya. Jika kalian tertutupi awan hendaknya menyempurnakan Sya’ban menjadi 30 (hari).”
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, yang artinya: “Jangan kalian berpuasa sehingga melihat hilal atau menyempurnakan jumlah. Dan jangan kalian berbuka sehingga melihat hilal atau menyempurnakan jumlah.”
Masih banyak hadits-hadits dalam bab ini. Semuanya menunjukkan wajibnya beramal dengan ru`yah, atau menggenapkannya jika tidak memungkinkan ru`yah. Ini sekaligus menjelaskan tidak bolehnya bertumpu pada hisab dalam masalah tersebut.
Ibnu Taimiyyah telah menyebutkan ijma’ para ulama tentang larangan bersandar pada hisab dalam menentukan hilal-hilal. Dan inilah yang benar, tidak diragukan lagi. Alloh Subhanahu wa Ta’ala-lah yang memberi taufiq. (Fatawa Shiyam, hal. 5-6)
Imsak sebelum Waktunya
Imsak artinya menahan. Yang dimaksud di sini adalah berhenti dari makan dan minum dan segala pembatal saat sahur. Kapankah sebetulnya disyariatkan berhenti, ketika adzan tanda masuknya subuh atau sebelumnya, yakni adzan pertama sebelum masuknya subuh? Karena dalam banyak hadits menunjukkan bahwa subuh memiliki dua adzan, beberapa saat sebelum masuk dan setelahnya.
Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu mengatakan: “Masalah ini, di mana banyak orang (meyakini) bahwa makan di malam hari pada saat puasa diharamkan sejak adzan pertama (yakni sebelum masuknya waktu subuh–Bila di masyarakat kita tandanya adalah dengan selain adzan, seperti sirine, petasan, atau yang lain yang tidak ada dasar syar’inya sama sekali), yang adzan ini mereka sebut dengan adzan imsak, tidak ada dasarnya dalam Al-Qur`an, As-Sunnah dan dalam satu madzhabpun dari madzhab para imam yang empat. Mereka semua justru sepakat bahwa adzan untuk imsak (menahan dari pembatal puasa) adalah adzan yang kedua yakni adzan yang dengannya masuk waktu subuh.
Dengan adzan inilah diharamkan makan dan minum serta melakukan segala hal yang membatalkan puasa. Adapun adzan pertama yang kemudian disebut adzan imsak, pengistilahan semacam ini bertentangan dengan dalil Al-Qur`an dan Hadits. Adapun Al-Qur`an, maka Robb kita berfirman –dan kalian telah dengar ayat tersebut berulang-ulang, , yang artinya: “Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.” (QS: Al-Baqarah: 187)
Ini merupakan nash yang tegas di mana Alloh Subhanahu wa Ta’ala membolehkan bagi orang-orang yang berpuasa yang bangun di malam hari untuk melakukan sahur. Artinya, Robb kita membolehkan untuk makan dan mengakhirkannya hingga ada adzan yang secara syar’i dijadikan pijakan untuk bersiap-siap karena masuk waktu fajar shadiq (yakni masuknya waktu subuh, -pent.). Demikian Robb kita menerangkan.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan makna ayat yang jelas ini dengan hadits yang diriwayatkan Al-Bukhari dan Muslim bahwa Nabi mengatakan, yang artinya: “Janganlah kalian terkecoh oleh adzan Bilal, karena Bilal adzan di waktu malam.”
Dalam hadits yang lain selain riwayat Al-Bukhari dan Muslim: “Janganlah kalian terkecoh oleh adzan Bilal, karena Bilal adzan untuk membangunkan yang tidur dan untuk menunaikan sahur bagi yang sahur. Maka makan dan minumlah kalian hingga Ibnu Ummi Maktum melantunkan adzan….” (Fatawa Asy-Syaikh Al-Albani, hal. 344-345)
Ibnu Hajar (salah satu ulama besar madzhab Syafi’i) dalam Fathul Bari syarah Shahih Al-Bukhari (4/199) juga mengingkari perbuatan semacam ini. Bahkan beliau menganggapnya termasuk bid’ah yang mungkar. Oleh karenanya, wahai kaum muslimin, mari kita bersihkan amalan kita, selaraskan dengan ajaran Nabi kita, kapan lagi kita memulainya (jika tidak sekarang)? (Lihat pula Mu’jamul Bida’ hal. 57)
Di sisi lain, adapula yang melakukan sahur di tengah malam (praktek yang terjadi, kebanyakan muslimin sahur sekitar pukul 02.00-03.00 dini hari, red). Ini juga tidak sesuai dengan Sunnah Nabi, sekaligus bertentangan dengan maksud dari sahur itu sendiri yaitu untuk membantu orang yang berpuasa dalam menunaikannya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya: “Segeralah berbuka dan akhirkan sahur.” (Shahih, lihat Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, no. 1773)
Dari Abu ‘Athiyyah ia mengatakan: Aku katakan kepada ‘Aisyah: Ada dua orang di antara kami, salah satunya menyegerakan berbuka dan mengakhirkan sahur, sedangkan yang lain menunda berbuka dan mempercepat sahur. ‘Aisyah mengatakan: “Siapa yang menyegerakan berbuka dan mengakhirkan sahur?” Aku menjawab: “Abdullah bin Mas’ud.” ‘Aisyah lalu mengatakan: “Demikianlah dahulu Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukannya.” (HR: At-Tirmidzi, Kitabush Shiyam Bab Ma Ja`a fi Ta’jilil Ifthar, 3/82, no. 702. Beliau menyatakan: “Hadits hasan shahih.”)
At-Tirmidzi mengatakan: Hadits Zaid bin Tsabit (tentang mengakhirkan sahur, -pent.) derajatnya hasan shahih. Asy-Syafi’i, Ahmad, dan Ishaq berpendapat dengannya. Mereka menyunnahkan untuk mengakhirkan sahur.” (Bab Ma Ja`a fi Ta`khiri Sahur)
Kesalahan Lainnya di Bulan Romadhon
yaitu “Mengakhirkan adzan Maghrib dengan alasan kehati-hatian/ihtiyath ” (Mu’jamul Bida’, hal. 268)
“Membunyikan meriam untuk memberitahukan masuknya waktu shalat, sahur, atau berbuka. Al-Imam Asy-Syathibi menganggapnya tidak ada dalam syariat Islam (bid’ah). “(Al-I’tisham, 2/103; Mu’jamul Bida’, hal. 268)
“Bersedekah atas nama roh dari orang yang telah meninggal pada bulan Rajab, Sya’ban, dan Romadhon.” (Ahkamul Jana`iz, hal. 257, Mu’jamul Bida’, hal. 269)
Dan masih banyak lagi kesalahan lain, yang InsyaAlloh akan dibahas pada kesempatan yang lain. Wallahu a’lam bish-shawab.

Minggu, 07 Agustus 2011

Islam Jamaah

Assalamu‘alaikum Wr. Wb. Memang demikianlah sulitnya menghadapi orang-orang yang telah terkena doktrin sesat. Sedemikian menghujamnya doktrin itu dalam diri seseorang hingga seorang istri bisa saja bercerai dengan suaminya dan menghancurkan rumah tangganya. Padahal apa yang dijadikan keyakinan itu tidak berdasrkan pada hujjah yang kuat dan tidak didukung oleh dalil-dalil syar‘i yang kualified. Justru semata-mata taqlid buta dengan imam dimana imam itu sendiri sama sekali tidak mengerti aqidah dan syariah yang benar. Dengan seenak perutnya, semua ayat Al-Quran ditafsirkan sendiri demi kepentingan pribadinya. Fakta ini bukalah fitnah dan sekedar makian, namun justru keluar dari mulut para tokoh IJ sendiri yang akhirnya tobat.
Bila mendengar kisah mereka yang sudah sampai level pejabat teras dari aliran ini, sungguh sangat menyakitkan hati. Karena sekian banyak umat Islam dibelokan aqidahnya dan disesatkan. Padahal mereka awalnya adalah muslim yang lugu dan butuh bimbingan Islam yang lurus. Namun, sayangnya mereka jatuh ke tangan-tangan jahil dari umat ini yang memanfaatkan kebodohan umat demi kepentingan ekonomi pribadi. Hampir bisa dipastikan bahwa semua ajaran yang dipaksakan dengan doktrin tidak berdasar itu ujung-ujungnya adalah untuk memperkaya sang imam. Jadi motivnya sangat memalukan sekali. Namun modusnya selihai yahudi yang dengan mudah membuat umat Islam nampak sangat blo‘on dan dungu. Bahkan dengan mudahnya mereka membuat hukum syariat sendiri seperti bolehnya membuka aurat asal diizinkan imam dan bayar denda (kafarat) senilai tertentu.
Sudah sekian banyak orang yang tertipu dan bertaubat, namun anehnya, aliran ini masih saja menelan korban-korban berikutnya. Nampaknya masih ada yang salah dalam pemahaman umat Islam atas agamanya secara umum. Buktinya, masih saja selalu ada korban-korban aliran sesat seperti ini. Wallahu a‘lam bis-shawab. Waassalamu ‘alaikum Wr. Wb.