Minggu, 18 September 2011

KHUSYU’NYA PARA SAHABAT DAN PURA-PURANYA KITA*

Rasulullah usai dari pertempuran melawan salah satu kabilah yang menentang daulah islamiah yang tengah berdiri di Madinah. Pertempuran itu dimenangkan oleh kaum muslim dengan menghalau mereka kembali ke kampung halaman mereka. Salah seorang dari kabilah itu kembali ke rumahnya dan tidak menemui istrinya di sana. Ia mengira bahwa istrinya di tawan oleh kaum muslimin. Ia bersumpah untuk tidak kembali ke rumah hingga mendapatkan istrinya. Akhirnya ia mengintip pasukan muslimin. Rasullullha memerintahkan tentara berhenti ketika malam menjelang untuk menginap hingga pagi. Beliau meminta dari para sahabat untuk bertugas hirasah(ronda). Amar bin yasir dan ubad bin bisyr sanggup memikul tugas itu.
Ketika mereka keluar ke mulut gang, si anshar berkata kepada si muhajr, yakni Ubad kepada Amar,
“Malam mana yang kau sukai, awal atau akhirnya?”
“Biarkan untukku awalnya”
Maka si Muhajir, amar, mulai membaringkan tubuhnya lantas tidur. Sedang si Anshar, Ubad, beranjak mengerjakan shalat. Kemudian datanglah orang itu. Ketika melihat sesosok manusia, ia yakin bahwa orang itu (ubad) adalah penjaga kaum muslimin, maka ia bidikkan anak panah ke arahnya, ia lepaskan dan mengenainya, namun sahabat itu tetap dalam keadaan berdiri. Kemudian dilepaskan anak panah yang lain dan mengenainya, kemudian disusul dengan yang ketiga juga mengenainya hingga sahabat itu meneruskan ruku’ dan sujud. Setelah itu ia membangunkan sahabatnya dari tidur.
Amar berkata,”duduklah dengan tenang, aku telah bangun.” Pengintai itu lantas melompat ketika dilihatnya kedua sahabat itu hendak membalasnya, dan kaburlah ia.
Ketika dilihatnya tubuh sahabat anshar menguncurkan darah, amar berkata, “Subhanallah, mengapa kamu tidak membangunkan aku saat pertama ia memanahmu?”
“Saat itu aku sedang serius membaca satu surat, aku tidak ingin memutuskannya hingga tuntas. Maka panah demi panah mengenaiku, aku pun ruku’ lantas membangunkanmu.demi Allah, kalau bukan karena khawatir aku mengabaikan amanah (tugas) yang Rasulullah perintahkan aku untuk menjaganya, aku biarkan ia membunuhku hingga aku selesaikan bacaanku atau merealisasikan surat itu.”23)
Demikianlah kekhusyu’an mereka, bahkan sebagian meriwayatkan bahwa kakinya sampai terputus dalam keadaan shalat tanpa ia rasakan. Kehebatan macam apa ini? Kekhusuy’an macam apa jika di antara mereka merasakan istirahatnya dalam shalat?
Oleh karena itu, jika Rasulullah dikerumuni banyak problem atau malapetaka, beliau memanggil Bilal, agar Bilal segera adzan.”Istirahatkan kita denga shalat, hai Bilal!”
Beliau menganggapnya sebagi refreshing atas segala beban yang dirasaknnya dari pendustaan kaumnya dan perbuatan mereka menghalangi jalan Allah serta rongrongan para pembesar quraisy.
Adapun kita, tubuh-tubuh kita berdiri di masjid namun pikiran dan perasaan kita jauh melanglang buana ke luar masjid, baik di antara seluk beluk urusan bisnis, nasib, keadaan anak-anak di rumah, binatang piaraan, maupun rencana-rencana masa depan. Terbayang pula kecantikan istri dan tunangan. Pikiran kita dikerumuni oeh problem rumah tangga, anak-anak dan tetangga, urusan sawah, mobil, dan semua yang berkaitan dengan jual beli, service, karier, kenaikan pangkat, persaingan hingga semua pengembaraan jauh keluar masjid.
Sampai akhirnya kita mendengar ucapan imam,”Assalamu’alaikum”, dan kita terkejut. Sekan seseorang membangunkan kita dari dengkur yang pulas, agar kembali menyadari bahwa kita sedang berada di masjid, di antar jamaah shalat. Barangkali ini adalah salah satu sebab yang kita saksikan, bahwa diantara manusia yng dalam kondisi senantiasa menjaga shalatnya, tetapi masih melakukan banyak kemaksiatan dan kezhaliman. Hal itu pula yang membuat mereka tidak khusyu’ dalam shalat, tidak menyadari bahwa Allah ada di depan mereka, dan tidak mentadabburi apa yang mereka baca.
Shalatnya tidak dapat mencegah kemungkaran, sebagaiman firman allah,

sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar.”(Al-Ankabut:45)

Ayat ini tidak diragukan lagi kebenarannya jika kita realisasikan kekhusyu’an dan kita tinggalkan kepura-puraan.